Gampong Alur Simerah yang kini luasnya 1000 Ha, berumur seabad mempunyai nostalgia tersendiri sebagaimana layaknya gampong-gampong lain, generasi kini dan yang akan datang dapat memahami mengapa dan bagaimana lahirnya suatu gampong dilingkungan bukit dililit sungai, yaitu berbatas keutara dengan gampong Dalam, keselatan dengan gampong Ladang, kebarat dengan sungai Tanggo kambing dan Timur Sungai Alur Simerah.
Masyarakat sekitaran lahan tersebut tertarik dikarenakan selain tanah yang subur juga punya nilai tambah yang cukup tinggi, baik sebagai konsumsi mauun bisnis perdagangan, dimana dilereng gunung mengalir air yang sangat jernih (dalam bahasa minang disebut alur) konon dialur tersebut dihuni oleh sejenis ikan air tawar yang bernilai tinggi ( yaitu ikan simerah), hasil dari perpaduan dua suku kata alur dan simerah sebagai penghuni alur itu, maka dinobatkan nama gampong tersebut mejadi Alur Simerah, setelah lembah ini menjadi sebuah gampong maka atas kesepakatan beberapa orang yang bermukim disana ditunjuklah Alm. Datuk Nupi sebagai pimpinan.
Alm. Datuk Nupi adalah salah satu putra samadua pemberani sehingga gampong ini menjadi disegani oleh kawan maupun lawan, kondisi ini tidak berjalan terlalu lama dikarenakan pada waktu itu pimpinan tidak mempunyai massa periode kepemimpinan kepala gampong (Belum adanya Undang-undang atau Qanun untuk mengatur massa kepemimpinan seperti sekarang ), sehingga Alm. Datuk Nupi terpaksa melepaskan jabatannya sebagai orang nomor satu di gampong tersebut atas desakan warga, kemudian dilakukan pemilihan pemimpin baru maka terpilihlah Alm. Cut Din sebagai kepala gampong yang kedua.
Gerak langkah Alm. Cut Din memimpin gampong ini juga tidak jauh berbeda dengan kepemimpinan Alm. Datuk Nupi, belum sampai tiga tahun masa keemasan Alm. Cut Din pun runtuh dan beralihlah kepada Alm. Munta. Alm. Munta juga bernasib sama dengan pendahulunya, setelah dua setengah tahun memimpin gampong ini Almarhum harus rela menyerahkan jabatannya kepada Alm. Maya sebagai pemimpin gampong yang keempat. Dalam masa kepemimpinan Alm. Maya terjadi ketentraman dan kedamaian, pembangunan berjalan dengan baik tegas dan berwibawa membuat masyarakat sangat patuh dan taat, masa seperti juga tidak berlangsung lama dikarenakan sebagian warga meminta Alm. Maya mundur dari jabatannya, kurang dari dua tahun kepemimpinannya Alm. Maya merelakan jabatannya diserah terimakan ke Cut Muni. Cut Muni juga bernasib sama dengan pendahulunya jabatan selaku kepala gampong diserahkan kepada Alm. Ahmad, pada masa Alm. Ahmad memimpin gampong Alur Simerah mengalami pasang surut yang sangat menyedihkan sehingga hampir saja nama gampong Alur Simerah tinggal nama, disebabkan gampong pada saat itu dikuasai penjajah Belanda, bukan saja rakyat yang menjadi korban bahkan pemimpin pun kocar kacir menghadapi agesi belanda ini terjadi pada tahun 1925 hingga tahun 1928, bersamaan dengan Sumpah Pemuda Alm. T. Cut Ali juga bermarkas digampong Alur Simerah tepatnya di depan Polindes, dengan bahu membahu T. Cut Ali dengan masyarakat untuk mengusir belanda maka dengan ijin Allah SWT penjajah belanda dapat diusir dari gampong Alur Simerah.
Setelah Belanda lari dari Alur Simerah maka pimpinan gampong beralih dari tangan Alm. Ahmad kepada Alm. Abdullah sebagai kepala depenitif yang ketujuh.
Dalam masa transisi tak menetu nyaris lumpuh total baik perekonomian maupun pembangunan ini disebabkan peralihan dari zaman belanda kezaman jepang (1943), ada masa itu terpilihlah Alm. Abu Samah sebagai kepala gampong yang kedelapan. Dalam masa kepemimpinan Alm. Abu Samah yang sangat panjang hingga tahun 1966, pembangunan mulai tumbuh walaupun lambat tetapi pasti, peran ulama dan umara telah bisa seiring sejalan dan menata masa depan yang lebih cerah sehingga citra gampong mulai terangkat dimata rakyat.
Seiring dengan kepemimpinan Alm. Abu Samad yang Krismarik Allah SWT berkehendak lain, pada tahun 1966 Abu Samad dipanggil keribaanNya. Kemudian kepemimpinan beralih kepada Tgk. Hasyim, hal ini tidak berlangsung cuma satu tahun, kepemimpinan gampong diserahkan kepada Sulaiman sebagai kepala gampong yang kesepuluh, dalam tenggang waktu yang sangat pendek itu rupanya terjadi gejolak kecil dalam masyarakat, sehingga terpaksa diakhiri dengan penyerahan jabatan kepada Pjs M. ini. Dalam waktu satu tahun kepemimpinan Pjs. M. ini maka terpilihlah kembali M. Thahir sebagai pejabat defenitif, semasa kepemimpinannya rupanya belum menguntungkan gampong Alur Simerah, dimana dalam tenggang waktu satu tahun terpaksa Alm. Thahir menyerahkan jabatannya kepada Bustami, setelah setahun menjabat kepala gampong maka terjadi pemilihan kepala gampong dalam hal ini terpilih kembali Sulaiman menjadi pemimpin gampong (1994). Situasi berubah maka pada bulan September 1994 terjadi pemilihan kepala gampong, dalam pemilihan ini terpilihlah M. Ali Rafur sebagai Geuchik yang depenitif hingga tahun 2008, dan tahun 2008 sampai dengan tahun 2017 terpilihlah Keuchik Gampong Alur Simerah yaitu Junaidi. M. Setelah masa jabatan Keuchik Junaidi M. Berakhir, maka masyarakat melakukan pemilihan keuchik baru, dan yang terpilih menjadi keuchikgampong saat ini adalah Delfi Afrawi, A.Ma.
Demikian sekilas lintas rentang sejarah asal usul berdirinya sebuah gampong yang diberi nama gampong Alur Simerah dan kepemimpinannya sebuah gampong, semoga generasi kini dan yang akan datang dapat memaklumi.